Bahan Baku Pembuatan Gula Merah

Bahan Baku Pembuatan Gula Merah

Alasan Lebih Sehat Dengan Gula Merah Aren

1.Untuk pemakaian rutin dan jangka panjang pastikan menggunakan gula merah aren organik.

2. Menurut beberapa penelitian dan juga berdasarkan testimoni pengguna Arenga Indonesia Sugar, gula aren  cukup baik dibanding gula yang dibuat dari bahan lain. Sekalipun masih mengandung kalori cukup tinggi namun efek sampingnya tidak begitu buruk pada tubuh.

2.Selain sebagai pemanis, fungsi lain dari gula aren adalah sebagai pewarna. Warna coklat alaminya membuat makanan lebih menarik.

3.Menurut test labaroatorium, selain glukosa, gula merah aren mengandung protein kasar, mineral, dan vitamin.

4. Warna cokelatnya adalah kandungan serat makanan. Tentu saja ini sangat bermanfaat untuk kesehatan pencernaan. Terdapat juga senyawa – senyawa yang berfungsi menghambat penyerapan kolesterol disaluran pencernaan.

Melihat dari gula merah dan bahan bakunya ini semoga teman-teman tidak ragu lagi menggunakanya pemanis tradisional ini.

Baca tentang beberapa kegunaan gula merah aren:

Gula merah atau masyarakat umum biasa menyebutnya sebagai gula aren atau gula Jawa ini ternyata diproses melalui tahapan yang panjang sebelum bisa dikonsumsi. Walau kelihatannya mudah, sebetulnya prosesnya cukup rumit. Ditambah lagi jika salah satu prosesnya tidak dilakukan dengan teliti maka hasilnya tidak akan bagus seperti yang dijual di pasaran. Dalam tulisan ini, saya akan menceritakan pengalaman bersama dengan Pak Warto, beliau merupakan salah satu pembuat gula merah di daerah Desa Lerep, Ungaran, Kabupaten Semarang. Sudah sekitar 20 tahun Pak Warto menekuni produksi gula merah untuk dapat membantu memenuhi kebutuhan pasar di Kabupaten Semarang.

Selama mengikuti keseharian mengolah gula merah bersama Pak Warto, tahapan demi tahapan mulai dari persiapan sampai pemasakan, bukan hal yang mudah seperti yang dilihat di acara TV Swasta, Jejak Si Gundul atau Jejak Petualang. Ada banyak proses yang tidak bisa dipercepat atau dilewati sehingga harus benar-benar maksimal dalam setiap tahapannya.

Proses memasak nira menjadi gula merah

Setelah nira didapatkan dan wadah tampungannya dikembalikan pada posisi semula, maka proses selanjutnya adalah pemasakan nira untuk menjadi gula merah. Jarak antara pemanenan dan pemasakan memang terbilang singkat karena untuk menghindari proses fermentasi oleh bakteri di dalam nira.

Jika terlalu lama maka nira akan menjadi lebih asam dan hasil gula merahnya juga lebih asam. Jadi ketika Pak Warto kembali ke rumahnya, nira yang sudah didapatkan langsung diolah oleh istrinya. Nira yang siap dimasak sebelumnya disaring untuk menghilangkan kotoran yang ada di dalamnya, baru kemudian ditempatkan di dalam wajan besar di atas tungku api yang membara.

Istri Pak Warto dengan lihainya mengaduk-aduk nira secara berkala agar tidak menghitam (gosong). Beliau juga mengatur api agar tetap stabil selama proses pemasakan ini. Butuh waktu setidaknya empat sampai lima jam hingga nira berubah menjadi lebih kental dan berwarna kecoklatan.

Proses memasaknya bisa dibilang cukup lama dan harus benar-benar diawasi karena jika sebentar saja meninggalkan proses pemasakan tersebut, maka hasil olahan gula akan menghitam. Tentu ini akan mengurangi kualitas dan harga jual dari gula merah nantinya.

Istri Pak Warto sebelumnya sudah menyiapkan cetakan-cetakan yang terbuat dari batok kelapa. Ada juga yang terbuat dari bambu yang sudah dipotong-potong melingkar dan juga ada pula cetakan dari alumunium berbentuk seperti batok kelapa. Bentuk dari cetakan ini memang tidak dipermasalahkan karena nantinya gula merah dijual berdasarkan beratnya.

Setelah nira benar-benar matang dan lebih mengental dari sebelumnya, maka langsung dimasukkan ke dalam cetakan dan dipindahkan ke rak khusus untuk proses pendinginan.

Suhu di Desa Lerep ini bisa dibilang masih sejuk, jadi proses pendinginan dari gula merah tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama. Gula merah yang sudah dingin akan dikeluarkan dari cetakan dan dibungkus ke dalam tempat khusus terbuat dari plastik.

Nantinya Pak Warto akan membawanya ke pengepul kenalan beliau atau biasanya ada orang yang datang untuk membelinya langsung.  Satu kilogram gula merah di Kabupaten Semarang dijual dengan harga Rp18 ribu sampai Rp25 ribu per kilogramnya. Namun untuk gula merah cair biasa dijual dengan harga Rp30 ribu per kilogramnya.

Selama proses pembuatan gula merah ini dari awal hingga akhir, Pak Warto menggunakan teknik dan peralatan yang sederhana. Tidak ada proses yang instan atau menggunakan teknologi khusus agar lebih mudah mengolah gula merahnya. Namun begitu, cara tradisional ini dipilih Pak Warto karena sudah terbiasa dan bisa lebih menyehatkan (karena membuatnya banyak bergerak).

Banyak hal yang bisa dipelajari dari teknik tradisional ini dan menurut saya memang bisa menjadi pengalaman yang tidak bisa dilupakan untuk merasakan langsung proses pembuatan gula merah secara tradisional.

Masyarakat umum sering menyebut gula merah sebagai gula Jawa atau gula aren. Salah satu bahan makanan ini memiliki proses pembuatan yang tidak sederhana. Oleh sebab itu, orang yang membuatnya harus teliti dan bersabar. Sehingga hasilnya akan bagus dan sesuai standar.

Jika Anda ingin membuat gula merah, namun bingung bagaimana caranya. Maka dari itu, KAN Jabung hadir dengan menyediakan informasi proses pembuatan gula merah. Simak dan ikuti langkah-langkahnya di bawah ini untuk mendapatkan hasil memuaskan!

Sudah Siap Membuat Gula Merah?

Itulah beberapa proses yang bisa KAN Jabung berikan kepada Anda. Proses tradisional memberikan pengalaman dan cita rasa yang lebih menakjubkan. Langkah-langkah di atas tidak memerlukan alat modern, Anda bisa mencari alatnya dengan mudah. Bagaimana, apakah Anda sudah siap untuk mengembangkan produksi gula merah?

Jagung adalah salah satu produk pertanian yang banyak dihasilkan di negara Indonesia.Kandungan hemiselulosa dan selulosa pada tongkol jagung berpotensi untuk diolah menjadi glukosa yang kemudian difermentasi sehingga menghasilkan bioetanol. Variabel penelitian berupa molaritas asam dan  massa ragi. Proses pembuatan bioetanol terdiri dari pretreatment, hidrolisa, fermentasi dan pemurnian. Pretreatment dilakukan dengan  menambahkan NaOH 0,1 M pada bubuk tongkol jagung, lalu dihidrolisa dengan H2SO4  pada variasi konsentrasi 0,3  M; 0,5  M; 0,7  M  dan  difermentasi selama 3hari. Fermentasi dilakukan  dengan menambahkan Saccaromyces Cerevisiae sebanyak  2  gram, 4 gram dan 6 gram dan  urea sebagai nutrien. Produk setelah difermentasi dimurnikan dengan cara didestilasi pada temperatur 800C. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus antara molaritas asam dengan kadar etanol yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi asam, maka akan semakin tinggi pula kadar etanol yang didapat. Begitu pula hubungan antara  massa ragi  dengan kadar etanol. Kadar etanol tertinggi yang dihasilkan pada kondisi H2SO4 0,7 M dengan massa ragi 6 gram yaitu 1,023 %.

%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <>>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/ExtGState<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 595.4 841.6] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœ½=Û’·±ïªÒ?ð%UdJK .3ƒq¥TG²-Ë7EÇ’“å}~wX\|8Lþò—§Ï‡Å‡ëÕròþé»ýíÿ=}w»zúfqµÞ-ëýîéÛãåš^­ËÕݳg“ß|=©æRMþõøQ5ùîñ£ ›|šäU–c¢éÑŒ) J|Q3äÐt_TS#«ÐqˆÞ²¸Þ�ŽKÍ+uFLµ1¯†�ï>8ófp’d/öcÛvÎ$Ù Ží‹¹ð‡˜y56.¡ýc›ÇµW=8¯±µŽë£ÉÎ+Ö^±±1×|@<ßOÛß‹‹÷L¿ù™§†ZJšš—³FÛ~Φ›ãxÁ2çN`ÝtFËvsc'‡§8¢kë'6nØQiëÈóhÆ;ªz®ÐŒáÕ\ê¥û‰<šŠÞ˜Q¯!øÈ"Ã:4j>$cøe—eñÁÙŒ)£é,š_ÇLz$=Y4cŠ€l Xûâ" »¦a£ÈÈý¶3ÍRƒü£ ä’6È¿Qs«f`6¡“X�è$X;<±1óŸvhbãòO±A4¦mÐÙÜšŸGDÓUƒksœ‰jz��Êhø¸ö}:fÐÞJÖÅo;FáÚ¥„³_Züô(Èr²hF,&pQ ¢ÑÊr! ßÈ¢¹Mû_Y¨dfgRÇë…îzDõåÚK©þý0"šZBÂôÅùWwƒB7bØÅ9(tcÎF�̯ F’¤ánDÈ[9( cN¬íæÊ4¦h+>H+žŒ‰Eο¼—åª�³<–1jKÇ sËŘXäÐêóÉŒWÓ×ûY;ý 2¿Õv&¦—Ú³¯îf¬žNøì‚O+xÂF,³­ÎõÙétÍôR¨‰ÔîmUJ�&ëNO»Ö„±�*\ ÏÃÒŸKÍżÀ’Ì¥xÞáüÃD‰Ð)oDH[͇š·m‘”"5 &«ªyKc‡F<})‡7-°{hðx‡=2„×Ú‹ÉNúe$ïÁ”ž¿L¤ Èmä…‘º�·Z]dFG4S«$æs®ôÐn.”!õï3.§«Ù…VÌËÏúO¥ã:¡¦­£ZsgRÏ墛~¥ÿlú ïf�N嵎/pÜÍŒ©é<§É¿›P=V&„5®nºÕ$4™¦‰�Ð$꯼#º—O‘ð5�´[Ò¼þ ¤â�ÛkøxK}>Ï:3ñ-ö^hHÐ槞 6~ïœDÇç:Ý�æ”õ-*\£a2€¬u’ÍUÆ4¡-I*À4Öâ›Y#¦�5lúv&åôݬ‘ÓoáÓ/³†�Œ*€’GèGB 35‡CÇl!ˆ¡êŠŽZTÕèèt–•p´ùý8x†g:¿Rõ žIM…Ú�6`„Çj!'I¯t†ØÕŽïGÇ¡Ã�:Ä2ÜÐ&×Ûþ±�?Š­sÏèõè8š*åÚø+£Ã;ãøj|m¼2_d]Ì+\ýŽ Q\öMØŧêtNý û�âÐG$c(sœÒä�q°ÎaC¯Ìè/Uõ‚=yRu%újZËvŒYå½M]©„��scJ~ ”‚Ž¯Céè;¸ÐèN=_F±<ãéÚ³'ÂÓß™y»Ïxî.ÄScÈâù^G¬Í]úçõŒAŒÞhk¾[[š‘¡søz*áŸfÆ ›ÿhu@Å´ã“O—â× „^ƒ†�8¥¢%‰ð(Z1½XŒ–íK¨9|_|zVÏÏŽ'š[$:»/äkIw V&Oß@Íà篿ÿfR¥%ÙK)à%)lÉÒ@m¾sñóóÙ…ÔFCgð/¡ñ9|ÂÞÁãç3E'³vú´|?Óƒ^@Å{½ÒíøðÆ�þF�ñ` eºÿªŸã�·ß‚མ±Š~§âÀÎ:,®@LÖ%Ó ûöØÃ2Ö⺴¼õl~‰^[Jý³qt<ƒŽkš¡|¢+Ò,r@´Õ­ÚH°Ž¸$¿F¬)ç¦ï/Ôòým‘™!„¼å˜Oýô§Åîj2]í.~};;¯ÄÈDxÄ“º�Li°o��&ÇXˆ‡aü3¯uíДüa!z'�ö&NP_‚À/îà_ÜÙÞé&AãârÆE´‘j™¤’}s<ïÔVÒ<–•°–u¸-‘ôdˆµïõ\ˆã’¾¿Ìj¬È5Ó Ìi1y¤YèÁv&D´•Ÿ,‡‚qѦ�›OBiF»�²Çƒ^åÞ�° óFûì3…ì#Ô|¡ö‹mmH•©ýB¹y‡…ä ÖÀ\o× 0Ð÷ 4`ëKÛ´¡õ�¯žS�ÀcOÚ@õ@~Õ-ùoTŽF²zµx[žÆ?ùˆïÚ×᱌�ÿÐ÷%vXßûìŒ ~0“ÞÀ?ˆÐbpÃukñ°ì†«S“WZ‘Ã|»,0käáÜqçk탃Bý­£Ÿ¾w<ø²¿Ÿ¤ã8.í²#eÄë½nh56fx›cÁ2`V ° ,ƒö–ѼêáÞ°µ&âÞeƲ©T‡¡HÓ(¯R>­2°6R›ÓFúåÖ±�äk}{1vhÀUÐ[ �äŒÜ¬ËõG0¦•7¡\ãêñ—ï ª¡•ìQ‚ûAzI<×Rô�B;1Œ»qØah¥t$*â©”WŠ§‘O•‹|ššƒM= ([gPtç”Å@-Ý”£h‚&àùTX¬D¼ÓjúËsÍÆ{òÕô6Ø–ÇT™ÐBDÙ^ËÖx™GSp¤ýËÀìŒÐ°ô²‡V—Zý†àјSóLvf“Ñ´2;À,ƒ�ÑØàpk·³�¼!x(°¡¡[YÙ×Âìó ÜíÊÏäê*˜–.YHï¥W©T»¢àËöf•zçƒt÷û™Œ€\Q³ßW æo´N³NÕŒ¦ƒ=Ž;GW�dBæL‰Ž”†,‘•ŠJzå0ðp"GëpXcœŠYIiCN› ®Á€XF»ÉZú˜ÊÎ`ÙMfb“Hźy»ñF2ý€&äÜ¥•l,WØy™6lÜ Ç¿�ßþÆ6$Ú†H6(ñó(HˆÃ+UJµ™ÓGp±ƒÑ‡D‹­ÝÀ4•Ñ“õøvÙgë­[VZ·òRwj½„ÓãCˆ^d´®üfíB°3O0s†ÍU× ÍÚP–^–Ö­¸‰8‘·i,Ö¾åÑ[8³Þ¦_€J·�¤¬pèJ¥­&ȉÕ|=ü6°¹!¤xK¡yt¦'÷Ö ôq ÍÿÂ@®ÏöúO0<\*tW+8øâ…=TÂS"¡”åI$B¥ì‰Xc£}ž—PxÒd…�7Ñ\½W@|l$Ãý¸9:uÞY¶A/óœÌ@²5†ÖØšðùª·DáX8wã:É#·ºg­…uN›ÀY ï÷DèCæ™K&à·O5Škëz�§7戓9B˜§Ê±v�{æ*�k+U¼rR•8¾Ý'ølò“H†a�œ©‚§·ƒõ|¯:"3c[T^œªhÑLV>áÒó("19^2ÆÜXOOÙußD¯³fúWTØWZ1ZÛ¾YyÞ{¢BèyG 6)¦Û €²KIæé”ÔÊkù­Ë"IßV‘óñH­’«.”ü¼�õ­g/Èœ¦á©•1=øoÅ9[ì¤D.šLâì⮽„¥Ía¡·Q",=îÍ?&”»”‘%BT¶¶[ë¼"¢c³÷Xh’�@Ž/ŒoÈA5VN_Yë©[þ1…Î ú”'~eTÚÀª?AD¶ð^‹ÄQ�£6nXtŠ­?ë.3k³ÝM»È;^å 0ÙX­ÚÒ'˜”¡æ¶^¬6É6 £@ú)8ˆxʉð»9ªÛ«'Er›1L(xƒ3" <�ÜnŒy«5‚Òž &·•Âjù@jê,”¶G�ªHoJ°rÂÜ~ó Šr€µøa¥;ÁŸœ3U?�šœBÀ­1)5Z³´¢•6árJÁ«]íÙôv¢"ǵšU`++¯fû"D^.wp8rÚÆ$BÉ4ðEQ⧿ÿÌšÉôŽÔt2kwJ(ÊË*rê#X7ȪŠœîÎç]ä„A9å¢~-9­Úªtw‘SQ³‡Ñ’Ó¡mJBã'ˆÉi�h9¼As>52§1¢ÅCK19u圜ŠÃÊuAΣHx©F„à¸!½H~˜ÁåüƒÔRÕ&àèŒ_TNÊáÈHLÙûé7 jA�g’þkA›�Ãäo%ŒÙ�ym¼ÛD€î�²_íO+A™¨„0§<5Ç37!·ÜUNOÊôçÔÈFtÐ-`~¦r!x´Û¬6u¶d™¤=A'"*¿è6æ¡Oñ+I '/©(]OÏT[2j~³ËH@&ÞF©Q†¶¨˜(g„N74•ÁVRƒ=Dëh.;ÙjŽà)šÁY¡,‹sr™3…î­+éE9ŽÝ»³#wv²�õ¸Þ’A+„éX/*M ºt/ÿ 'PfC6t¡ »JdC|¯¯¶ ÄJ;,_OJj"–&níÖ6$­Iµ¶ Ö¢›ö›5TD†ª¡¹²'5ÛÂÐÒV¡\)3´\¶Ê‘Hû'+ŒËxvÃûå“L9gE•qÂÅ{'@•+}¸ŠF e·©Ø…uŠå±HRö„[ƒWE$múJ1T®«£¯xf@XúÕa',¦&çY‹3åáx®›˜¶h§Ýn%ðLM°OÆ€Bd(ÈÆyi_>ì8È�zni s�ˆ•ªŠ o8˜èá2Ø‚ÂÚÒÌíl›Ùz¬S—xŸ1°ªæLIh¼q³¶Ük,6Š¤¸…}g¦f˪ò&<¶ûòBy n�…/»X³Ÿ.x¾ÔéQ܆K¿Íºæë¾…Ù¢U»Á£@›ØÆ€K&Z«Ýg·dyv”‘O{Ë:ja‘:ÑíbgI%•Àq®"fÐI‡ ½»µ›q¯ÂšÑv(ï+ót_¹óÛ®´‡Vš»ŒrßÌ™„ïVØPæåï8G [8«pðÆ ÿ¸¾xùý‰ÓxÓ8Ê$Fh9ÜB€ Aævð¬Þú+�­2-mynp{¹ŒÑ“70Kð³�lðNà ¨?h•š2úmX2*“ð®?:Ú$»Ï~ð�œ>qº’ÊFpLÏï Ägúú‡ ÊBšM¦á¢ˆˆåƒÊÕ°ìèÅcYÙÑyÿY‚Ù°"ð¼`J�Ÿœ?äQ[Ñå¼rÆá#D_‡7SÆ5 ¨u„ãËÄYÛÉàÚ �,ãïI0�¼jî5ðV¼´Žoj|üsn|lÚ!f±n\�ñžÎã_›ò5ÚÈ‚sðIµï?ZÇ¡ï5ºÀ}æqy�ÛésÛw?Áö—‡ŽÚMÌé#»Ú�ød·7‹+ÕmAt߃b¿]˜:¼Žà„ÎLg¼5�ÛÅÁRÕŽoqŒ3 ëÅ…ùz½øm&ƒÙ^Îì!‚•Ý�î‚MÚõbºši|ít¿_Òs¢q}¹º+.t¶XÁ*¨Ž«3×Î/0Áx‰‰ÛÂíàݺ&Îèe€HxªzÞÂÓ„§Pñ�•u*Ž¦÷‰ @`yçv,é/-/´‚¸¶‰à"rò>DãpÝVK|¦¹|Q`šçÛÅîø‘‚FpÐÛš�Ç‹Ý2 w½@áÀŽp©�^Ÿÿèî‹Ò¿·˜½|Á·XÀ å£ÉáuÏ­!¨˜ù4¹º�yeß3Tó‘B4ô'=ºxJ×Aë)çö–x(s]–%NîòP¤yç+/9‡ioŽéðµ–DPëN;+0 m@<ÐŽß„f[°Q,»Øþôf�ý4`úêÍŒ¨1X>@¿%0š�ôa½ƒÃE-¾» íÖ½#fý™^"“6Mñ2 ã÷dÔc»_{ P’ý¡§xjw§£í}Gá¿Ù#aÖj5é Ýï9È,ÑoøÄZ+Ž—”Ÿ¥ö¹pÀÝTƒÌ$+�T“®ñ–M—†î`DÓ®ò¦�V†ãBÊž˜@?Ëe82cÍÈòøÁ‡¥½&+L·á ²8öâÙŸ�íˆÏW¿Íšh8.Ðû!iþó½³\NÀn÷wôÚ‹´ÏŽ÷é î�ê­™Í-ZÒc˜ÃÍê3Œ+Æemü¦¤štÉ%[r^«hIŠw[EòвD÷‡å¡egÅ¢=#¸)|[£°WppÙãÙçÃ×Ãu‘+ùMr¼è& á½¿üi‰J…¬¿²‹³þ€·T�Ñd¤þÎzXamS«“‘Uœ>rÖG‡,ðb–2 )c<úø@ã{ 6ý¯¯,}„Êmš®ýîÉŒ^„'BvHÉrv‹¶£ UQÓÞªÅi.ßEy-ÊCÝ�mÚB>/ž±fªu¦aN¦¡´ÌÙӌ"ÿ7zÃYä…娱$Ú�,|LI G™,ƒífb3«ZcŸ-Ww‡»ÀS’G#¼ïÑ_¢å¥mg´ÆGnTzäFÑ‘›¤…ƒdöZ%Ä w$áØ }ÚÞ„Ym!z¶aË"v@E��ê|‘‹]­@Ô•³ $†•×÷6ølO�Øï]òýä)ˆ6{F¤Æ_Æ ˆ9‘wµmbózï%Õt}-­$ž8Ѫ²µ×¦ŸObv÷¥aDV …ÎRØj¹.oJTú%�`Öîï¬é åÁÁÒ%Çû¯afÏ¢´/¬ ‰ëÀ¸éoé¤-w&èÛv½;Îp™*·· 4SZþ Öªœ‹�û9…ˆ¡ Ssñ똦=Ç›C�õBÑÀíaÁÖy­"knŠ*,š³mº*ÙtÑEÖö=U‡!iº¡#ÃÒ–ˆM–õêÕÂLð5œÌzfo/<,v˜ÖÛјËéAÞþ’©Ý� #_ÄæÝŒ²c w”¡%� °ÜŽýÚËŒgpÙhe⢦’OØ…Tf<Ñ ©ÅeäõÙ–X圦]FÞ&–vŠKZPŸ°�Êüb�`V>ðVzºz^Ö°¦l uj*cšÍ¹ŠX㘲:Ÿî\¡´¯3,rÒx´<.V¨¨\àü:ß—Tq tãšLça:@(Dô™Œ˜Å®ÈŽüÙ*Ž·-·çZ­üÙª†n ìŠŽJe«ÁMŒåÀ¥5 >rÒ|Ú–pt9÷ µlƒ� q,Hÿ:f«yÌWó ß4˽ØcmËâÆ"…SIí¦¨mLœm4»ÂyaÁšÄhR€N¬µE_ÖeÖÎcð§.0Èžfxf6‚B%k™|•Ã%Pˆ]´ŒíqA¬‹gèFgü­ä-.àÈ8ÑãÁîTêÿƒá«a›Û“é%naâåzå*m\ÜÕ�üž\F\ÔH/oL ´§çèŒh#6ÙùÌH\X\Ÿ[bëJÖ»’‰õ6nÕvkȶÅUSÜžÐ[-¸V¶îmÚ‚J(2',‡zíJf”qÜËø½¥ãª{=êäX•å"„pRÖ�¼=ÔÀb’­ÆÏæïvýoWÜ †Òˆý~YT‹\Χëˆ×ñ½x}(¹dC¶ø>|åráòÌþ‚¤/óôåˆÓïÎœg• ‡Óx‡§Ü)"Ù¹Ýï@ªw‡ÏÅÙf÷L)% ¿/‡è]6oᘷDPθÔHgƒßç `é¬;@ wUˆ�]M¼ûÛ‚ÿÑÛPÓû&lZÁ¦ðÝ_9„•’§_ÍNœŸe?‘Ar|©"ÀŸ«ÃE•õ^a�÷ ëa]=5°EjEJ-KNý+x±+¤6úiFÕvà’BÞÌà°I ›ëxšKá·�¦õÃO¿ÀAQjØ»nO Ì ÞÂ×Ŭ£ ôŽÞ30¸ ˆEÿ¡Û�ömŽ ú[ä—•ÝŠŒémÉ&7,éØ—‰XŒŠ Ū:•{–@ÄÃÎÄ¢ÖÕ*{kþ¸Î™àO^FfaJ¼^ü,˜êw¨*„šü¨¦á ¯am¿�Ú^6ø ”ãWøôÜ>‰ŸÌ-„ù=~VãO«EÐOombdôþ <¼oÓ(Íô’Ñg¬*Ë€^Ò¹ÒRÅ°l8€a&$» *ÏÂÈ0ÅØoóÂ,Ÿº­ú,fx Ž>ì즨în_ž'Õ!p×ÑóÖ´¬Ž•½^ÇCF”¢(�_Jd’‡óß _V¤ÃG:ä§W>]'³“-ÜG‡tŒm�n0Ÿ5ZÐý‹ÐoiÇÞ¸'[ÛÀã�µW”´˜.÷ɢ줱;–‹cfØ´øæ cÙ‹[¼ø.àBàD\W-¼•r¦øêGð2›!ÏÓyÔdSã‰B3òXteÙ91{ñ–[ºèDá:.Ì++uN*;·Ì„2#ç�³ï´E&Ó£O7xï‰`e匀•ªÄÊBÀZ\“€•�ëi¦ŸPŸ:bJOùê¦ torøaz8€¾+€ž§]Þ@T�a¾ $yçqnB­„{Þ°¬a‰Î—XVØ€`�L4þ€÷)9eW�}#]5h¸ïS‚ÌÈnª)ª0âh\Œ½T�|8Î:#VÁz˽……¿0l=Ü*|rÜ�×>ìì¨ÜØæéÀ2ÈîF �y°×3cx ùV ¬ðX¢[{T:åPqá²™ŠÀÓ�%'²;–}Y�IÌÅ"0´‚´6vƒdU@Yã£;|tÛØP3þÑìR›ð?lðØŠ±„F˜B¿³KJ]ѪÂÎÀ¹«š}×Þ®ªè{”³³n¢µ2!¶uþÖvXë"+�I5sÆ×ÎÆ[÷X�`mM‰—ó×Wn\³³Ôtz#u]â#Ç_ó9“�…°„q\�œ]·:qG[ œsce†b,zTÎ{ùxƒºíl%ˆã  eoeÖdK�eÇÛfÇËÈpPÌSÇ9°6*¢å Ôa��ðÛëçúÇì% –�ôóJgÉ£³Š‚—`}�qê]’™¾Ÿ¬4^™¦=â.ð¼ƒMÞ¤ì.f¡Ç íwñ‚ÆüÅÛä¼òðw›Î ¬³BXÎWl1>™U(˜&i3ÏDTÑâ·©×´Ëg¤®Î:Ž…mµ-XWd<‹\Í…pEL¥‚y¾§e�â¨ÄqÝËíŒO~!Ts®)ÊUöW¸Ì,ß j&%µOI€è{/ËŠXkÊV;¬&Û„Î 6*Vµ–_uJz³Wñ¼¥Sù+ûèì-\ 8¦ ˆôÙéyV¾Õ°Î]œÂÑÉ6Z'Ù»0ÿŒüTœÃTÚÆß:›}�ÞÿBE�ÃåÆèe#RÍ (v±šƒü1y}7&\ÞÚ@u¨Ï4ÙÙ›IƒƒèP$Qõ glE.Ðu ±Â À˜�ÚúHi=êt´ÞÉzSø[.¬‰ìõ ‚Á}á'o½Í^ÛPã̓`B^?¤4p} òºWü9Awö÷F ÞOßÎLìê«:¦ÌA)rg…2ª|œYp)Çw2p—~ÑãªÊ.-1¼}`m)!q·WZŠášJz]�ÄÝE¹†a®§´ûÜÒkÄÁ?ö¡Æ½±6Ȇ§o3)üEì‡óìzHQ(ñ2«_º ×þSd°lLZI·Öqªì,šª¶¤S«],lØsLÊ0<ÉŸ°ïafÓ±YVõë†�©åoÞ!>ö B¹t‡5­8§d¾nI¡i0q+*0ЉJ¯<Á°Ú´Ì­d™Wp¢Qwè‡VW?�ˆ[œ

Regular price €2,29 EUR

Regular price Sale price €2,29 EUR

Gula Kelapa is a natural sugar that is obtained from the juice of coconut flowers. It is a traditional sweetener that is very popular in many countries in Southeast Asia, including Indonesia. The sugar is obtained from the juice of the coconut palm, which is usually obtained by a cut into the trunk.

Gula Kelapa has a low glycemic index, which means that it slowly lifts the blood sugar level in the body and slowly drops. Compared to white sugar, Gula Kelapa also has a higher nutritional value because it contains vitamins, minerals and antioxidants.

If you are looking for a more natural and healthier alternative to conventional sugar, Gula Kelapa is a great option. It can be used in many different dishes, including tea, coffee, desserts or as an ingredient in hearty dishes such as curry. It has a light caramel -like taste that gives your food or drink a delicious note. Try it out and enjoy the unique taste of Gula Kelapa!

Ablaufdatum: 20/02/2026

Regular price €2,29 EUR

Regular price Sale price €2,29 EUR

Gula Kelapa is a natural sugar that is obtained from the juice of coconut flowers. It is a traditional sweetener that is very popular in many countries in Southeast Asia, including Indonesia. The sugar is obtained from the juice of the coconut palm, which is usually obtained by a cut into the trunk.

Gula Kelapa has a low glycemic index, which means that it slowly lifts the blood sugar level in the body and slowly drops. Compared to white sugar, Gula Kelapa also has a higher nutritional value because it contains vitamins, minerals and antioxidants.

If you are looking for a more natural and healthier alternative to conventional sugar, Gula Kelapa is a great option. It can be used in many different dishes, including tea, coffee, desserts or as an ingredient in hearty dishes such as curry. It has a light caramel -like taste that gives your food or drink a delicious note. Try it out and enjoy the unique taste of Gula Kelapa!

Proses Pengolahan Bahan Baku Gula Merah

– Produk Gula Aren Organik

– Kokuto: Mengenal Gula Merah Jepang

Gula Merah dan Bahan Bakunya

Sekalipun gula merah banyak juga terbuat dari tebu, secara umum, istilah gula merah diasosiasikan dengan bahan dasar pembuataannya yaitu nira. Cairan bening dengan rasa manis ini berasal dari bunga pohon dari keluarga palma.

Dari kelompok palmae, mereka adalah pohon kelapa (cocos nucifera), Aren (arenga Pinnata), Nipah ( Nypa frutican) , dan Siwalan (Borarssus. flabellifer).

Secara umum cara pengambilan cairan sebagai bahan baku gula merah seperti di bawah. Proses yang diterangkan di sini mengikuti standar penyadapan gula merah aren (arenga pinnata) .

Perawatan dan pemupukan pada pohon aren

Jauh-jauh hari bahkan sebelum proses pemanenan dan penyadapan pohon aren, Pak Warto mengajak saya untuk tahu bagaimana cara merawat dan memupuk pohon aren agar kualitas yang dihasilkan sangat bagus. Lokasi pohon aren milik Pak Warto memang ada di beberapa tempat yang berbeda yaitu di daerah kebunnya (dekat rumah) dan di dalam hutan.

Pupuk kandang adalah pilihan utama yang Pak Warto gunakan agar pohon aren dapat tumbuh dan berkembang secara alami. Pemupukan biasanya dilakukan dua minggu sekali atau sebulan sekali tergantung kondisi tanah yang ada di bawah pohon aren.

Pada bagian bawah pohon aren harus dibersihkan dari gulma dan tanaman yang mengganggu. Cara ini dilakukan agar proses penyerapan nutrisi untuk pohon aren bisa dimaksimalkan dan tidak ada penyakit yang menyerang pohon aren. Pemupukan ini tetap berlangsung selama pohon aren masih produktif dan tumbuh normal.

Pohon aren yang sudah cukup besar akan mengeluarkan bunga yang nantinya akan disadap. Sebetulnya, gula merah bisa dibuat dari nira yang berasal dari pohon keluarga palma seperti kelapa, aren dan siwalan. Masing-masing memiliki karakteristiknya sendiri ketika sudah diolah menjadi gula merah.

Pak Warto menunjukkan pohon aren yang sudah memiliki pangkal bunga yang belum mekar. Sebelumnya, beliau sudah menyiapkan tangga khusus untuk menaiki pohon aren yaitu menggunakan satu batang bambu yang dilubangi tengahnya sebagai pijakan. Memang tidak ada pengamanan ekstra atau alat keselamatan lain. Namun jika melihat pengalaman Pak Warto yang sudah puluhan tahun tentu saya tidak meragukannya lagi.

Pangkal bunga tadi diikat dengan tali sehingga bisa menghambat proses pemekaran dari bunga aren. Nantinya pangkal bunga akan terjadi pembengkakan dan penumpukan sari pati makanan. Setelah beberapa lama, proses selanjutnya adalah mengiris-iris secara bertahap pada bagian tadi untuk mengeluarkan cairan gula.

Cairan inilah yang disebut sebagai nira sebagai bahan utama pembuatan gula merah. Nira kemudian ditampung dalam wadah khusus terbuat dari bambu yang diikatkan agar tidak jatuh. Proses pemanenan hasil nira ini dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari.

Menurut Pak Warto, pemanenan hasil sadap pada pagi hari memang selalu lebih banyak karena pada dini hari udara sekitar lebih dingin dan memacu pohon aren untuk memproduksi nira lebih banyak. Perbandingannya, pada pagi hari bisa menghasilkan sampai 10 liter nira sedangkan saat sore hari hanya 7 liter nira.

Pak Warto juga bercerita bahwa masing-masing pohon dalam keluarga palma memiliki kelebihan dan kekurangannya dibedakan dari tempatnya hidup. Di dataran rendah yang lebih gersang, pohon siwalan akan lebih produktif dan hasil niranya lebih bagus. Jika di daerah pantai, pohon kelapa lebih produktif dibandingkan jenis pohon palma lainnya. Sedangkan di daerah pegunungan (di atas 800 mdpl) nira dari pohon aren memang lebih juara.

Nira yang sudah diambil kemudian ditampung pada jerigen besar yang dapat memuat hingga 20 liter nira untuk satu jerigennya. Pak Warto sendiri memiliki 5 pohon aren yang masih produktif, dalam sehari beliau bisa menghasilkan rata-rata sekitar 50 liter nira.

Gula Merah dan Bahan Bakunya  – Lidah kita akrab dengan rasa manis. Kita pun lebih menyukai rasa manis ketimbang pahit. Manis diasosiakan dengan gula. Saking istimewanya rasa ini, suatu ketika 1 kilogram harga gula pernah sama dengan harga sebutir permata.

Iya, pada zaman dahulu, khususnya pada abad ke-17 dan ke-18, harga gula sangatlah mahal dan bahkan bisa menyamai harga permata. Saat itu, gula masih dianggap sebagai barang mewah yang hanya dapat dinikmati oleh kalangan elit.

Harga yang mahal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah ketergantungan pada perdagangan gula dari koloni-koloni, adanya monopoli perdagangan gula, serta biaya produksi yang tinggi.

Itu lah mengapa gula muncul jadi simbol kekayaan dan status sosial. Orang-orang kaya pada masa itu memamerkan kekayaan mereka makanan dan minuman yang terbuat dari gula.

Untunglah, seiring dengan perkembangan teknologi dan perdagangan, harga gula kemudian menjadi lebih terjangkau dan dapat dinikmati oleh masyarakat luas.Bahkan sekarang saking berlimpahnya, gula diasosiakan pula sebagai sumber berbagai penyakit.

Ragam Jenis Gula Berdasarkan Bahan Baku

Berdasarkan bahan bakunya, terdapat berbagai jenis gula di dunia. Jenis gula yang umum dikonsumsi meliputi gula tebu (sukrosa), gula kelapa, gula jagung, gula bit (sukralosa), gula aren, madu, dan sirup maple.

Terdapat juga beberapa jenis gula buah yaitu dari buah kurma dan aprikot.

Tak ketinggalan gula alami seperti stevia dan erythritol yang diperoleh dari tanaman dan bahan alami.

Berdasarkan bahan bakunya ini, setiap jenis gula memiliki ciri khas dan kegunaan masing-masing. Pemakainnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensi setiap orang.

Nah karena blog Arenga selalu bicara tentang gula merah, di bawah kita akan membahas gula merah dan bahan bakunya.

Asosiasi Gula Dengan Rasa Manis.

Gula terasosiasi dengan rasa manis karena molekul gula yang umumnya dikonsumsi oleh manusia, seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa, memiliki struktur kimia yang menghasilkan sensasi rasa manis pada lidah kita.

Saat gula dicerna di dalam tubuh, enzim-enzim memecah molekul gula menjadi komponen yang lebih sederhana seperti glukosa dan fruktosa, yang kemudian diserap oleh tubuh sebagai sumber energi.

Selama proses ini, reseptor rasa manis di lidah mengirimkan sinyal ke otak, yang menghasilkan sensasi rasa manis yang kita kenal dan sukai. Itu lah mengapa, gula dan rasa manis terkait erat dan digunakan secara bergantian dalam percakapan sehari-hari.

Proses Pembuatan Gula Merah

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk memproduksi gula merah. Proses pembuatan harus berlangsung secara terjadwal dan menyeluruh. Jadi, tidak boleh dipercepat maupun dilewati. Tujuannya agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi. Berikut ini proses pembuatan gula merah: